Pola Pelayanan Pasien HIV di Puskesmas

Tulisan ini, bukan tidak mungkin akan terjadi di puskesmas-puskesmas dimasa mendatang, mengingat insiden HIV telah meningkat di Indonesia. Dan dari wawancara sekilas ternyata telah ditemukan 1 kasus HIV positif didaerah kita. Setelah diusut ternyata kasus ini memang didapatkan dari luar daerah (dia seorang perantau lama). Yang menjadi masalah setelah ini adalah bagaimana kasus ini yang tampak dipermukaan sementara kasus lainnya masih tersembunyi (ingat penomena gunung es).
Pernah saya dengar di sebuah rumah sakit di kota yang cukup besar, merawat kasus dengan diagnosa yang masih misterius dan setelah meninggal baru diketahui menderita HIV. Jelas hal memberi dampak fisiologis besar pada seluruh individu yang terlibat merawat si pasien ini dan resiko tertular HIV sangat besar karena ketidak cukupan pelindung diri saat merawat pasien ini.
Lalu bagaimana tentang pelayanan pasien ini di puskesmas? wallahu alam, karena prasana dan fasilitas perawatan dan diagnostik sangat minim. Hal yang mungkin dilakukan hanyalah berupa peningkatan proteksi diri terhadap pasien yang di curigai kasus HIV dengan kondisi mirip pasien TBC yang kakeksia (kurus) dengan keluhan nyeri perut, diare, pembesarab kalenjar getah bening, demam, nyeri otot atau sendi, ruam kulit penurunan berat badan dan lain lain.
Sedangkan pola pengembangan diagnostik bagi pasien ini alat diagnostik dengan tiga strip sensitif, spesifik, spesifik (100%, 99%, 99% masing-masing), dan dengan metode ini diharapkan dapat mengkover pasien -pasien yang terindikasi mengidap HIV. Juga ada yang menggunakan metode ELISA. Pemeriksaan ini belum bisa mengkonfirmasi HIV untuk itu perlu dilanjutkan dengan metode Western blot.